Di pusat kota Bolivia, La Higuera, suatu patung yang didirikan pada tahun 1997 menandai lokasi di mana Ernest revolusioner Marxis Argentina Ernesto “Che” Guevara akhirnya diciduk dan dibunuh. Bagi warga kota setempat, Santo Ernesto (Saint Ernesto) adalah seorang pahlawan, seorang pria yang membayar pengorbanan tertinggi sambil berusaha untuk melepaskan mereka dari belenggu penindasan. Untuk yang lain, dia merupakan tiran kejam yang tidak pantas menerima peringatan atau pujian.

Untuk mengetahui mengapa Guevara menjadi sosok yang kontroversial, butuh untuk melihat masa lalunya. Sebagai seorang pemuda dari keluarga kelas menengah, ia menunda gelar kedokterannya di Argentina untuk menjelajahi Amerika Selatan. Dalam perjalanan-perjalanannya ini, ia menyaksikan kesengsaraan manusia yang diakibatkan oleh kemiskinan secara langsung, di matanya adalah hasil dari sistem kapitalis yang gagal yang menindas massa. Perjalanannya merupakan pengalaman yang mencekam dan mendalam, lantas menginspirasi Motorcycle Diaries yang familiar – memori yang akan menyusun pandangan politiknya selamanya.

Aktivisme dan perjalanan Guevara ke semua benua berlanjut saat pandangan politiknya menguat. Akhirnya ia mendapati dirinya di Guatemala mendukung Jacobo Árbenz, presiden sosialis terpilih negara yang sedang berupaya merealisasikan reformasi agraria berskala besar di negara itu. Enzrbenz berniat untuk menyalurkan kembali lokasi besar tanah yang tidak diolah jauh dari United Fruit Company, suatu perusahaan besar AS, dan ke tangan petani yang paling kurang mampu di negara itu. Melihat ini sebagai serangan terhadap kepentingan nasional mereka, Amerika Serikat campur tangan dengan propaganda luas, tujuan pemboman dan tentara bayaran yang lumayan besar. Orang Amerika berhasil. Enzrbenz terpaksa mengundurkan diri dan Guevara berlindung di Kedutaan Besar Argentina sebab takut akan nyawanya.

Setelah semakin diradikalisasi oleh peristiwa-peristiwa di Guatemala, Guevara menciptakan hubungan dekat dengan Fidel Castro pada tahun-tahun pembentukan revolusi Kuba. Dia bertekad untuk menolong menyingkirkan negara Fulgencio Batista, seorang diktator brutal AS yang memerintah dengan tangan besi. Guevara tadinya mendaftar sebagai tenaga medis tempur, bidang di mana ia terlatih dengan baik, tetapi kemudian menguasai seni perang gerilya dan menjadi salah satu pemimpin revolusi yang sangat dihormati. Setelah beberapa tahun berusaha dengan keras, revolusi tersebut menang. Castro menjadi presiden baru sedangkan Guevara bekerja di berbagai posisi berpangkat tinggi dalam pemerintahan yang baru dibentuk.

Selama waktu inilah tindakan Guevara sangat kontroversial. Dia secara pribadi melatih milisi yang nantinya akan menolong Soviet membawa hulu ledak nuklir yang mudah dijangkau oleh Amerika Serikat. Ini memulai ketegangan yang dikenal sebagai Krisis Rudal Kuba, sebuah peristiwa yang hampir tak pernah terjadi, di mana hubungan diplomatik tidak pernah sepenuhnya pulih. Namun, insiden yang dirujuk oleh banyak pencela Guevara adalah eksekusi besar-besaran mantan pendukung Batista yang dirasakan pemerintah baru sebagai musuh negara. Pada peluang ini, lelaki yang mengatakan jumlah mereka ratusan berjajar dan ditembak tanpa belas kasihan atau belas kasihan.

Para pendukung Guevara berasumsi bahwa revolusi pada dasarnya adalah kekerasan dan eksekusi massal dan merupakan produk sampingan yang disayangkan namun perlu dari proses tersebut. Mereka mengindikasikan bahwa George Washington dan Simon Bolivar memantau kematian banyak pria dengan teknik yang sama kejamnya, tetapi jarang dicap sebagai tiran dalam buku-buku sejarah. Banyak advokat, termasuk orang-orang yang terkenal seperti Nelson Mandela dan Pablo Neruda, memuji Guevara atas perjuangannya yang tak kenal lelah untuk kesetaraan ekonomi dan keadilan sosial.

Jadi apakah tujuan benar-benar membenarkan teknik brutal? Beberapa beranggapan begitu, sedangkan yang lain dengan penuh semangat tidak setuju. Tetapi untuk warga kota simpel La Higuera, pengorbanannya ketika berperang melawan kaum imperialis yang represif pada masa tersebut akan selamanya memberinya moniker Santo Ernesto.